Sunday, November 8, 2015

KLASIFIKASI BAJA

Baja dan Besi sampai saat ini menduduki peringkat pertama logam yang paling banyak penggunaanya, besi dan baja mempunyai kandungan unsur utama yang sama yaitu Fe, hanya kadar karbon lah yang membedakan besi dan baja, penggunaan besi dan baja dewasa ini sangat luas mulai dari perlatan yang sepele seperti jarum, peniti sampai dengan alat – alat dan mesin berat.
Klasifikasi baja
1. Menurut komposisi kimianya:
a. Baja karbon (carbon steel), dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Baja karbon rendah (low carbon steel) è machine, machinery dan mild steel
§  0,05 % – 0,30% C. Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin. Penggunaannya:
§  0,05 % – 0,20 % C : automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets, screws, nails.
§  0,20 % – 0,30 % C : gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings.
2. Baja karbon menengah (medium carbon steel)
§  Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah.
§  Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaan:
§  0,30 % – 0,40 % C : connecting rods, crank pins, axles.
§  0,40 % – 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits, screwdrivers.
§  0,50 % – 0,60 % C : hammers dan sledges.
3. Baja karbon tinggi (high carbon steel)  –> tool steel
§  Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60 % – 1,50 % C   Penggunaan :
§  screw drivers, blacksmiths hummers, tables knives, screws, hammers, vise jaws, knives, drills.tools for turning brass and wood, reamers, tools for turning hard metals, saws for cutting steel, wire drawing dies, fine cutters.
b. Baja paduan (alloy steel)
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:
1.     Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik dan sebagainya)
2.     Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah
3.     Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan reduksi)
4.     Untuk membuat sifat-sifat spesial
Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi:
1.     Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 %
2.     Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %
3.     High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %
Selain itu baja paduan dibagi menjadi dua golongan yaitu baja campuran khusus (special alloy steel) dan high speed steel.
§  Baja Paduan Khusus (special alloy steel)
Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel, chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium. Dengan menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan tersebut akan merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat dan ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).
§  High Speed Steel (HSS)  è Self Hardening Steel
            Kandungan karbon : 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan  carbon steel. Sedangkan harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali daripadacarbon steel.
Baja Paduan dengan Sifat Khusus
1. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)
Sifatnya antara lain:
§  Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan
§  Tahan temperature rendah maupun tinggi
§  Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil
§  Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus
§  Tahan terhadap oksidasi
§  Kuat dan dapat ditempa
§  Mudah dibersihkan
§  Mengkilat dan tampak menarik
2. High Strength Low Alloy Steel (HSLS)
Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat di atas maka baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti: tembaga (Cu), nikel (Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.
3. Baja Perkakas (Tool Steel)
Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja perkakas adalah tahan pakai, tajam atau mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet.
Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses pengerjaan panas yang diberikan antara lain:
1.     Later hardening atau carbon tool steel (ditandai dengan tipe W oleh AISI), Shock resisting(Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut dan repeat loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu dan pisau.
2.     Cool work tool steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan tipe A dan D didinginkan di udara.
3.     Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300 – 500) ºC dan didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung tungsten dan molybdenum sehingga sifatnya keras.
4.     High speed steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan tungsten dan molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan panas tetapi tidak tahan kejut.
5.     Campuran carbon-tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi.

Klasifikasi lain antara lain :
a. Menurut penggunaannya:
§  Baja konstruksi (structural steel), mengandung karbon kurang dari 0,7 % C.
§  Baja perkakas (tool steel), mengandung karbon lebih dari 0,7 % C.
b. Baja dengan sifat fisik dan kimia khusus:
§  Baja tahan garam (acid-resisting steel)
§  Baja tahan panas (heat resistant steel)
§  Baja tanpa sisik (non scaling steel)
§  Electric steel
§  Magnetic steel
§  Non magnetic steel
§  Baja tahan pakai (wear resisting steel)
§  Baja tahan karat/korosi
Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi baja menurut kegunaan dan komposisi kimia maka diperoleh lima kelompok baja yaitu:
1.     Baja karbon konstruksi (carbon structural steel)
2.     Baja karbon perkakas (carbon tool steel)
3.     Baja paduan konstruksi (Alloyed structural steel)
4.     Baja paduan perkakas (Alloyed tool steel)
5.     Baja konstruksi paduan tinggi (Highly alloy structural steel)
Selain itu baja juga diklasifisikan menurut kualitas:
1.     Baja kualitas biasa
2.     Baja kualitas baik
3.     Baja kualitas tinggi




Sumber:
Penulis trisrhmd
https://trisrhmd.wordpress.com/2013/02/07/klasifikasi-baja/


Baja dan Proses Pembuatannya


Baja adalah logam aloy yang komponen utamanya adalah besi, dengan karbon sebagai material pengaloy utama. Karbon bekerja sebagai agen pengeras, mencegah atom besi, yang secara alami teratu dalam lattice, begereser melalui satu sama lain. Memvariasikan jumlah karbon dan penyebaran alloy dapat mengontrol kualitas baja. Baja dengan peningkatan jumlah karbon dapat memperkeras dan memperkuat besi, tetapi juga lebih rapuh. Definisi klasik, baja adalah besi-karbon aloy dengan kadar karbon sampai 5,1 persen; ironisnya, aloy dengan kadar karbon lebih tinggi dari ini dikenal dengan besi
Sekarang ini ada beberapa kelas baja di mana karbon diganti dengan material aloy lainnya, dan karbon, bila ada, tidak diinginkan. Definisi yang lebih baru, baja adalah aloy berdasar-besi yang dapat dibentuk seccara plastik.
Dan umumnya baja juga menjadi bahan pelapis rompi anti peluru, yang dimana baja menjadi bahan pelapis bahan inti rompi tersebut, yaitu bahan milik Kevlar.
Sejarah Penemuan Baja
Teknik peleburan logam telah ada sejak zaman Mesir kuno pada tahun 3000 SM. Bahkan pembuatan perhiasan dari besi telah ada pada zaman sebelumnya. Proses pengerasan pada besi dengan heat treatment mulai diperkenalkan untuk pembuatan senjata pada zaman Yunani 1000 SM.
Proses pemaduan yang dibuat mulai ada sejak abad 14 yang diklasifikasikan sebagai besi tempa. Proses ini dilakkan dengan pemanasan sejumlah besar bijih besi dan charchoal dalam tungku atau furnance. Dengan proses ini bijih besi mengalami reduksi menjadi besi sponge metalik yang terisi oleh slag yang merupakan campuran dari pengotor metalik dan abu charcoal. Spone iron ini dipindahkan dari furnance pada saat masih bercahaya dan diselimuti oleh slag yang tebal lalu slagnya dihilangkan untuk memperkuat besi. Pembuatan besi meggunakan metode ini menghasilkan kandingan slag sekiar 3 persen dan 0,1 persen pengotor lain. Kadang kala hasil produksi dengan metode ini menghasilkan baja bukannya besi tempa. Parapembuat besi belajar untuk membuat baja dengan memanaskan besi tempa dan charcoal pada boks yang terbuat dar tanah liat selama beberapa hari. Dengan proses ini besi akan menyerap cukup karbon untuk menjadi baja sebenarnya.
Setelah abad ke 14 tungku atau furnance yang digunakan mulai mengalami peningkatan ukuran dan  draft yang digunakan untuk pembakaran gas melewati “charge,” pada pencampuran material mentah. Pada tungku yang lebih besar ini, bijih besi pada bagian bagian atas furnance akan direduksi pertama kali direduksi menjadi besi metalik dan menghasilkan banyak karbon sebagai hasil dari serangan gas yang dilewatinya. Hasil dari furnance ini adalah pig iron, yaitu paduan yang meleleh pada temperatur rendah. Pig iron akan dproses lebih lanjut untuk membuat baja.
Pembuatan baja modern menggunakan blast furnance yang juga digunakan untuk memurniakan besi oleh pembuat besi yang lamapu. Proses pemurnian besi cair dengan peledakan udara diakui oleh penemu Inggris Sir Henry Bessemer yang mengembangkan  Bessemer furnance, atau pengkonversi, pada tahun 1855. Sejak tahun 1960 telah diproduksi baja dari besi bekas secara kecil-kecilan pada furnance elektrik, sehingga dinamakan mini mills. Mini mills adalah komponen yang sangat sangat penting bagi produksi baja Amerika. Mills yang lebih besar digunakan pada produksi baja dari bijih besi.
Proses pembuatan baja
Baja diproduksi didalam dapur pengolahan baja dari besi kasar baik padat maupun cair, besi bekas ( Skrap ) dan beberapa paduan logam. Ada beberapa proses pembuatan baja antara lain :
PROSES KONVERTOR
terdiri dari satu tabung yang berbentuk bulat lonjong dengan menghadap kesamping.
Sistem kerja
·        Dipanaskan dengan kokas sampai ± 1500 0C,
·        Dimiringkan untuk memasukkan bahan baku baja. (± 1/8 dari volume konvertor)
·        Kembali ditegakkan.
·        Udara dengan tekanan 1,5 – 2 atm dihembuskan dari kompresor.
·        Setelah 20-25 menit konvertor dijungkirkan untuk mengelaurkan hasilnya.
·        proses Bassemer (asam)
lapisan bagian dalam terbuat dari batu tahan api yang mengandung kwarsa asam atau aksid asam (SiO2), Bahan yang diolah besi kasar kelabu cair, CaO tidak ditambahkan sebab dapat bereaksi dengan SiO2, SiO2 + CaO                 CaSiO3
·        proses Thomas (basa)
Lapisan dinding bagian dalam terbuat dari batu tahan api bisa atau dolomit [ kalsium karbonat dan magnesium (CaCO3 + MgCO3)], besi yang diolah besi kasar putih yang mengandung P antara 1,7 – 2 %, Mn 1 – 2 % dan Si 0,6-0,8 %. Setelah unsur Mn dan Si terbakar, P membentuk oksida phospor (P2O5), untuk mengeluarkan besi cair ditambahkan zat kapur (CaO),
3 CaO + P2O5 Ca3(PO4)2 (terak cair)
PROSES  SIEMENS MARTIN
menggunakan sistem regenerator (± 3000 0C.) fungsi dari regenerator adalah:
1.     memanaskan gas dan udara atau menambah temperatur dapur
2.     sebagai Fundamen/ landasan dapur
3.     menghemat pemakaian tempat
Bisa digunakan baik besi kelabu maupun putih,
·        Besi kelabu dinding dalamnya dilapisi batu silika (SiO2),
·        besi putih dilapisi dengan batu dolomit (40 % MgCO3 + 60 % CaCO3)
PROSES BASIC OXYGEN FURNACE
·        logam cair dimasukkan ke ruang baker (dimiringkan lalu ditegakkan)
·        Oksigen (± 1000) ditiupkan lewat Oxygen Lance ke ruang bakar dengan kecepatan tinggi. (55 m3 (99,5 %O2) tiap satu ton muatan) dengan tekanan 1400 kN/m2.
·        ditambahkan bubuk kapur (CaO) untuk menurunkan kadar P dan S.
Keuntungan dari BOF adalah:
·        BOF menggunakan O2 murni tanpa Nitrogen
·        Proses hanya lebih-kurang 50 menit.
·        Tidak perlu tuyer di bagian bawah
·        Phosphor dan Sulfur dapat terusir dulu daripada karbon
·        Biaya operasi murah
PROSES DAPUR LISTRIK
temperatur tinggi dengan menggunkan busur cahaya electrode dan induksi listrik.
Keuntungan :
·        Mudah mencapai temperatur tinggi dalam waktu singkat
·        Temperatur dapat diatur
·        Efisiensi termis dapur tinggi
·        Cairan besi terlindungi dari kotoran dan pengaruh lingkungan sehingga kualitasnya baik
·        Kerugian akibat penguapan sangat kecil
PROSES DAPURKOPEL
mengolah besi kasar kelabu dan besi bekas menjadi baja atau besi tuang.
Proses
·        pemanasan pendahuluan agar bebas dari uap cair.
·        Bahan bakar(arang kayu dan kokas) dinyalakan selama ± 15 jam.
·        kokas dan udara dihembuskan dengan kecepatan rendah hingga kokas mencapai 700 – 800 mm dari dasar tungku.
·        besi kasar dan baja bekas kira-kira 10 – 15 % ton/jam dimasukkan.
·        15 menit baja cair dikeluarkan dari lubang pengeluaran.
Untuk membentuk terak dan menurunkan kadar P dan S ditambahkan batu kapur (CaCO3) dan akan terurai menjadi:
akan bereaksi dengan karbon:
Gas CO yang dikeluarkan melalui cerobong, panasnya dapat dimanfaatkan untuk pembangkit mesin-mesin lain.
PROSES DAPUR CAWAN
·        Proses kerja dapur cawan dimulai dengan memasukkan baja bekas dan besi kasar dalam cawan,
·        kemudian dapur ditutup rapat.
·        Kemudian dimasukkan gas-gas panas yang memanaskan sekeliling cawan dan muatan dalam cawan akan mencair.
·        Baja cair tersebut siap dituang untuk dijadikan baja-baja istimewa dengan menambahkan unsur-unsur paduan yang diperlukan


Sumber:
https://shinqueena.wordpress.com/2009/06/07/baja-dan-proses-pembuatannya/


METALOGRAFI


Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metalurgi dan metalografi. Metalurgi adalah menguraikan tentang cara pemisahan logam dari ikatan unsur lain atau cara pengolahan logam secara teknis, sehingga diperoleh jenis logam atau logam paduan yang memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan Metalografi adalah mempelajari tentang pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat, struktur, temperatur dan persentase campuran dari logam tersebut.

a.         Pemeriksaan Makro (Macrocospic Examination)

Yang dimaksud dengan pemeriksaan makro adalah pemeriksaan bahan dengan mata kita langsung atau memakai kaca pembesar dengan pembesaran rendah (a low magnification)
Kegunaannya untuk memeriksa permukaan yang terdapat celah-celah, lubang-lubang pada struktur logam yang sifatnya rapuh, bentuk-bentuk patahan benda uji bekas pengujian mekanis yang selanjutnya dibandingkan dengan beberapa logam menurut bentuk dan strukturnya antara satu dengan yang lain menurut kebutuhannya. Angka pembesaran pemeriksaan makro antara 0,5 kali sampai 50 kali.

Pemeriksaan secara makro biasanya untuk bahan-bahan yang memiliki struktur kristal yang tergolong besar dan kasar, seperti misal logam hasil coran atau tuangan, serta bahan-bahan yang termasuk non metal.


b.         Pemeriksaan Mikro (Microscopic Examination)

Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikro ialah pemeriksaan bahan logam di mana bentuk kristal logam tergolong halus sehinga diperlukan angka pembesaran lensa mikroskop antara 50 kali sampai 3000 kali atau ebih dengan menggunakan mikroskop industri.
Metalografi meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1.         Cutting, yaitu mengetahui prosedur proses pemotongan sampel dan menetukan teknik pemotongan yang tepat dalam pengambilan sampel metalografi sehingga didapat benda uji yang representatif.
2.         Mounting, yaitu menempatkan sampel pada suatu media, untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel.
3.         Grinding, yaitu meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara menggosokkan sampel pada kain abrasif atau ampelas.
4.         Pemolesan (Polishing), yaitu mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat seperti kaca tanpa menggores, sehingga diperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin, menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0,01 µm.
5.         Etsa, yaitu mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan mikroskop optiksetelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel, mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serat aplikasinya.


Preparasi sampel
1.1 Cutting (pemotongan)
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskop optik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersial tidak  homogen sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan/kondisi ditempat-tempat tertentu (kritis) dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, meliputi proses pematahan, pengguntingan, pemotongan abrasi (abrasivecutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua yaitu : teknik pemotongan dengan deformasi yang besar menggunakan gerinda, sedangkan teknik pemotongan dengan deformasi yang kecil menggunakan low speed diamond saw.
1.2 Mounting
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengampelasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa), sifat eksoterm, viskositas rendah, penyusutan linear rendah, sifat adhesi yang baik, memiliki kekerasan yang sama dengan sampel flowabilitas yang baik, dapat menembus pori, dan celah. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM mempunyai bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel yaitu bahan mounting harus konduktif. Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis ragam etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material palstik dan sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan castable ersin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castasble resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik/lunak sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.
1.3 Grinding (Pengamplasan)
Sampel yang baru saja dipotong atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar pengamatan struktur mudah dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekerasan permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul sehingga dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450/900 terhadap arah sebelumnya.
1.4 Polishing (Pemolesan)
Setelah di amplas sampai halus (600 grit), sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas goresan dan mengkilap seperti cermin serta menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0,01 µm. Permukaan sampel yang akan diamati dibawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar/bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan kasar terlebih dahulu dilakukan kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Terdapat tiga metode pemolesan antara lain sebagai berikut :
a.Pemolesan elektrolit kimia mempunyai hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.
b.Pemolesan kimia mekanis merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak diatas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.
c.Pemolesan elektro mekanis (metode Reinacher) merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.
1.5 Etching (Etsa)
Etsa merupakan proses penyerangan/pengikisan batas butir secara selekti fdan terkendali dengan pencelupan kedalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa, sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Etsa dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a). Etsa kimia merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4-30 detik), dan setelah di etsa segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan.

b). Elektroetsa merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk Stainless Steel karena dengan etsa kimia sulit untuk mendapatkan detail strukturnya.
Pengamatan struktur makro dan mikro
Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu :
1.Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100 kali
2.Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali



Sumber
http://putujelemepalsu.blogspot.co.id/2011/07/teknik-metallografy.html



DIAGNOSIS KESEHATAN BETON DENGAN TEKNOLOGI UJI TAK MERUSAK


Rilya Rumbayan, Politeknik Negeri Manado, 2014.
“Diagnosis kesehatan beton adalah mengidentifikasi sifat-sifat penyakit pada beton atau membedakan satu penyakit dari yang lainnya pada beton. Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan dapat dibantu oleh program komputer.  Teknologi uji tak merusak merupakan satu tool yang berkembang pesat saat ini untuk diagnosis kesehatan beton.”
           Pada milenium ketiga ini ada tiga bahan struktur bangunan yang utama, yaitu beton, baja dan kayu.  Dari ketiganya, yang paling banyak dijumpai adalah beton, mulai dari bahan untuk pembuatan pipa, pondasi, bendungan, jembatan, sampai gedung pecakar langit.
          Beton bertulang umumnya digunakan sebagai bahan konstruksi untuk struktur bangunan.  Salah satu mekanisme kerusakan yang paling signifikan dalam beton bertulang adalah korosi tulangan baja, yang mengakibatkan kerusakan di bawah permukaan beton.  Pada saat tulangan baja mengalami korosi, akan ada perubahan volume yang menyebabkan terjadinya tegangan tarik pada beton sekitarnya.  Tegangan tarik ini mengakibatkan retakan di bawah permukaan beton (selimut beton) maupun di lokasi dekat tulangan itu sendiri.  Retak di bawah permukaan beton ini biasanya disebut sebagai delaminations.  Proses kerusakan ini dapat berlanjut sehingga mengakibatkan spalling pada beton, dimana lapisan permukaan beton terlepas dari elemen struktur utamanya. 
          Penyakit-penyakit pada beton in (retak, delamination dan spalling) yang terjadi akibat dari korosi tulangan baja di beton dapat mempengarui integritas struktur beton dan menyebabkan kerusakan yang lebih lanjut.  Deteksi awal terhadap jenis penyakit-penyakit ini menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi kebutuhan perbaikan dan pemeliharaaan kesehatan struktur beton itu sendiri.  Tulisan ini bertujuan untuk menginformasikan secara singkat hasil penelitian teknologi uji tak merusak untuk mengdiagnosis kerusakan pada beton. 
          Metode yang paling umum digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan di bawah permukaan beton dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu: metode konvensional dan metode uji tak merusak (Non Destructive Inspection, NDI).  Metode konvensional diantaranya adalah metode kekerasan permukaan (Schmidt rebound hammer) dan metode pemboran inti (Drilled cores)
          Metode kekerasan permukaan merupakan cara yang paling sederhana, ringan dan mudah dilakukan, yaitu dengan menekan permukaan beton dengan hammerdibeberapa titik pengamatan.  Jarak pantulan suatu massa terkalibrasi yang mengenai permukaan beton-uji digunakan sebagai kriteria kekerasan beton.  Kemudian kekerasan beton ini dihubungkan dengan kuat tekan beton normal, sehingga apabila kekerasan beton tidak relevan dengan kekuatan tekan beton normal, maka hasil pengujian dengan alat ini perlu dilakukan kalibrasi tersendiri. 
          Metode pemboran inti merupakan pengujian dengan pengambilan sample melalui pemboran inti beton berdiameter 10 cm yang selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan test kuat tekan dan kuat tarik.  Agar pengambilan sample dengan metode pemboran inti tidak memotong tulangan dalam beton, biasanya digunakan bar detector untuk menentukan posisi tulangan.  Kedua metode konvensional ini memerlukan akses langsung ke permukaan beton yang akan diperiksa, bersifat subjektif, dan relatif tidak akurat.
          Metode uji tak merusak didefinisikan sebagai metode pengujian untuk menguji suatu objek, material atau system tanpa menimbulkan kerusakan atau mempengaruhi kegunaannya setelah dilakukan pengujian.  Teknik ini semakin sering dipertimbangkan untuk mengdiagnosis kerusakan pada struktur beton karena keunggulannya dibandingkan dengan metode konvensional.  Beberapa teknologi uji tak merusak yang berkembang pesat saat ini adalah Ultrasonic Pulse Velocity(UPV), Impact Echo (IE), Ground Penetrating Radar (GPR) dan Infrared (IR) Thermography.  Penjelasan terperinci tentang prinsip dasar, instrumentasi yang digunakan, teknik analisis data, dan keunggulan serta keterbatasan teknologi-teknologi tersebut dalam aplikasinya pada stuktur beton tersedia lengkap pada dokumenAmerican Concrete Institute (ACI) Report 228.2R-98..
          Teknologi Infrared (IR) Thermography adalah satu-satunya metode yang tidak memerlukan akses langsung ke permukaan yang akan diperiksa.  Teknologi ini dapat memeriksa target dari jarak yang relative jauh (sampai dengan jarak 30 meter) jika menggunakan lensa optik yang tepat. 
          IR Thermography bekerja berdasarkan dua prinsip dasar yaitu: (1) semua permukaan suatu objek akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik, dan (2) kerusakan di bawah permukaan beton mempengaruhi sistem perpindahan panas pada struktur beton.  Teknologi ini memanfaatkan energi panas yang dipancarkan oleh permukaan suatu benda untuk mengkarakterisasi kondisi di bawah permukaannya.  Penyakit di bawah permukaan beton, seperti retakan,delaminations dan spalling mempengaruhi laju perpindahan panas melalui ketebalan beton dan karenanya menghasilkan perbedaan temperatur pada permukaan beton, dibandingkan dengan temperatur pada daerah yang sehat. Temperatur permukaan beton-uji diperoleh dari kamera termografi dalam bentuk gambar real time, yang selanjutnya datanya dianalisis untuk mengdiagnosis kerusakan di bawah permukaan beton-uji.
          Teknologi IR Thermographic merupakan alat praktis untuk mendiagnosis kerusakan di bawah permukaan beton dari jarak relative jauh dan tanpa memerlukan akses langsung ke permukaan beton-uji seperti yang telah disebutkan sebelumnya.  Namun, efektivitas teknologi ini sangat tergantung pada kondisi lingkungan pada sebelum dan saat pengujian dilakukan.  
          Hasil pengujian di lapangan bervariasi sesuai dengan parameter kondisi lingkungan disekitar beton-uji, seperti radiasi panas dari matahari, temperatur udara, kecepatan angin, dan curah hujan.  Selain itu, hasil pengujian di laboratorium pada beton-uji yang disiapkan bervariasi sesuai dengan karakteristik kerusakan di bawah permukaan beton (yaitu kedalaman dan ketebalan kerusakan).  Analisis korelasi hasil pengujian di lapangan dan hasil pengujian di laboratorium dibandingkan untuk tujuan verifikasi. 
          Seiring dengan berkembangnya teknologi komputer, maka dapat mengubah sifat pengujian dari secara fisik menjadi pemodelan dengan komputer yang lebih cepat dan akurat.  Keandalan teknologi IR Thermography diuji dengan pemodelan secara numerikal menggunakan komersial software dengan memasukkan data-data seperti yang terekam dalam pengujian di lapangan.  Hasil pemodelan kemudian dikorelasikan dengan hasil pengujian di lapangan dan pengujian di laboratorium dengan perbandingan langsung. 
          Luaran penelitian ini telah memberikan kontribusi dalam penyusunan pedoman dan standart untuk pemeriksaan terhadap kerusakan struktur beton dengan menggunakan teknologi IR thermographic.
          Dibalik peluang potensi pengembangan teknologi uji tak merusak untuk mengdiagnosis penyakit dalam pada struktur beton tentunya terdapat tantangan.  Salah satu kendala pengembangan teknologi ini adalah biaya investasi yang relative besar untuk pembelian alat uji tak merusak, termasuk program software komputer yang mempermudah analisis data hasil pengujian.  Selain itu, ketersediaan sumber daya manusia yang berkompeten di bidang teknologi tak merusak pada beton masih relative terbatas.  Solusi yang dapat diberikan dalam kendala pengembangan teknologi uji tak merusak ini diantaranya melalui :
1.     Pengembangan kerjasama riset perguruan tinggi dengan lembaga-lembaga penelitian yang terkait, diantaranya seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
2.     Pengembangan kerjasama dengan pihak mitra industri konstruksi dengan menawarkan jasa pengujian struktur beton dengan menggunakan teknologi uji tak merusak.
3.     Pengembangan kerjasama dengan asosiasi yang terkait, dalam hal ini Asosiasi Uji Tak Rusak Indonesia (AUTRI).
4.     Pengadaan pelatihan, workshop dan training yang terkait dengan penggunaan teknologi uji tak rusak pada struktur beton.
          Secara umum beton adalah material yang paling banyak dipakai dalam struktur bangunan, sehingga diperlukan penelitian yang berkesinambungan untuk mendapatkan beton yang mempunyai ketahanan yang tinggi selama jangka waktu yang direncanakan.  Penelitian teknologi uji tak merusak pada struktur beton masih memberi ruang luas untuk dikaji dan dikembangkan sehingga dapat memberikan manfaat langsung bagi industri konstruksi dan masyarakat.  Arah penelitian teknologi uji tak rusak antara lain adalah:
1.     Penerapan teknologi uji tak merusak dalam menunjang infrastuktur yang berkelanjutan (sustainability infrastructure).
2.     Investigasi kelayakan struktur beton dengan menggunakan teknologi uji tak merusak pada bangunan pasca gempa dan pasca banjir (dalam rangka mitigasi bencana), serta pasca kebakaran.
3.     Investigasi keakuratan dan keandalan teknologi uji tak merusak untuk stuktur beton.

Sumber:
Penulis Rilva Rumbayan
http://jikti.bakti.or.id/updates/diagnosis-kesehatan-beton-dengan-teknologi-uji-tak-merusak