Wednesday, December 9, 2015

[Praktikum beton pekan ke -5] Kelompok 2 – Uji tekan beton umur 28 hari - -Albertus Rianto

Sama seperti dua minggu sebelumnya, di minggu terakhir ini kami melakukan uji tekan beton yang telah berumur 28 hari. Hasil uji yang dilakukan pada hari ini lah yang menjadi penentu apakah beton dibuat sesuai dengan spesifikasi awal yaitu 250 kg/cm2  atau tidak.
Sehari sebelumnya, kami mengeluarkan beton dari proses curing yang dilanjutkan dengan proses caping seperti sebelumnya. Kami timbang berat kedua beton terakhir dan diuji dengan menggunakan mesin UTM.
Data yang kami dapatkan dari hasil pengujian beton berumur 28 hari ini adalah:
Beton 250-k
Beton  1 :        Massa: 11,6 kg
                        Kuat tekan: 218.1721687 kg/cm2
Beton 2 :         Massa: 11,8 kg
                        Kuat tekan: 218.8539759 kg/cm2


Ternyata, hasil yang didapat tidak mencapai spesifikasi kuat tekan beton yang diminta pada awalnya. Dari hasil anailisis kelompok kami, kami menduga adanya:
1. Salah perhitungan material pembentuk agregat, dapat diakibatkan karena ketidaktelitian maupun karena material yang digunakan untuk pembuatan pada minggu kedua berbeda spesifikasinya dengan material yang diuji pada minggu pertama, sehingga mempengaruhi kualitas beton.
2. Penambahan air yang berlebih pada saat proses pencampuran beton di dalam mixer. Hal ini dilakukan saat itu karena campuran beton terlihat kurang encer, tidak sesuai dengan parameter yang dibuat sebelumnya.
3. Proses curing yang tidak merata, disebabkan penuhnya baik air sehingga hanya setengah bagian beton saja yang terendam. Hal ini dapat mengakibatkan air menguap dari bagian beton yang tidak terendam dalam air.

[Praktikum beton pekan ke -4] Kelompok 2 – Uji tekan beton umur 14 hari -- Albertus Rianto

Sama seperti minggu sebelumnya, kami melakukan uji tekan beton. Bedanya, beton sudah berumur 14 hari dimana secara teoritis seharusnya kekuatannya telah bertambah daripada ketika berumur 7 hari. Sehari sebelumnya, kami juga mengeluarkan beton dari bak air dan melakukan proses caping sama seperti sebelumnya. 


Data yang kami dapatkan dari pengujian 2 beton berumur 14 hari adalah:
Beton 250-k
Beton  1 :        Massa: 11,86 kg
                        Kuat tekan: 123.1309639 kg/cm2
Beton 2 :         Massa: 11,88 kg
                        Kuat tekan: 136.3575904 kg/cm2
Angka ini telah meningkat karena semakin lama material beton semakin menyatu lebih kuat. Meskipun begitu, peningkatan kekuatan ini masih jauh dari perkiraan yang ditentukan dimana seharusnya pada umur 28 hari beton sudah berkekuatan 250MPa

[Praktikum beton dan baja pekan ke -3] Kelompok 2 – Uji tekan beton umur 7 hari dan uji tarik baja – Albertus Rianto

Di minggu ini, kami melakukan uji tekan beton yang telah berumur 7 hari. Kami mengeluarkan 2 beton yang telah di curing selama 7 hari dari baik air sehari sebelumnya agar mengering, dilanjutkan dengan proses caping yaitu memasang semacam topi pada bagian atas beton dengan tujuan agar pas dengan bentuk alat pada mesin uji tekannya sehingga beban yang diberikan dapat merata. Sebelum mengujinya, kami menimbang massanya terlebih dahulu. Lalu kami taruh dan posisikan di mesin UTM (Universal Testing Machine).  Posisi beton harus benar-benar rata dengan tanah karena bila ada 1 kerikil saja yang mengganjal, dapat mempengaruhi kekuatan beton. Setelah itu beban diberikan secara perlahan dan akan berhenti dan balik ke 0 bila beton mulai hancur (tidak hancur sepenuhnya, bisa ditandakan dengan retak pada beton).


Kelompok kami mendapatkan 2 data dari hasil uji tekan kedua beton yaitu:
Beton 250-k
Beton  1 :        Massa: 12,1 kg
                        Kuat tekan: 112.4950602 kg/cm2

Beton 2 :         Massa: 11,92 kg
                        Kuat tekan: 115.9039759 kg/cm2


UJI TARIK BAJA
Di minggu ini, kami juga melakukan uji tarik beton. Disiapkan 8 spesimen baja yang terdiri dari 2 variasi jenis baja yang berbeda, diameter penampang yang berbeda,dan panjang yang berbeda-beda. Pertama kami ukur diameter penampang dan panjang awal masing-masing baja. Kemudian kami uji dengan menggunakan mesin UTM yang sama namun menggunakan bagian atasnya (bukan yang dipakai beton sebelumnya) hingga baja benar-benar putus. Selain itu, kami juga melakukan uji dengan strain gauge khusus untuk baja polos diameter 12mm.

Tujuan dari percobaan ini adalah membandingkan pengaruh kualitas baja dengan jenis bajanya, diameter penampang, dan panjangnya. Dari itu, kami dapat menemukan modulus elastisitasnya, kekuatan tarik maksimum, kekuatan leleh, dan sebagainya. Kami juga membandingkan penggunaan mesin UTM dengan strain gauge yang mengolah data logger.

[Praktikum beton pekan ke -2] Kelompok 2 – Pembuatan Beton -- Albertus Rianto

Dari praktikum pertama, kami mendapatkan sepsifikasi materialnya, kemudian kami diberikan sepsifikasi rancangan campuran betonnya, yaitu beton ;-250 dengan ukuran agregat kasar maksimum 25mm dan nilai slump 10mm sebanyak 10mm.. Berikut adalah kandungan campuran beton yang kami hitung untuk ke enam silinder:

Semen
11,52613506 kg
Air
4,918909238 kg
Agregat kasar kondisi lapangan
22,94528886 kg
Agregat halus kondisi lapangan
36,0377 kg

Setelah mengumpulkan keempat material dengan data seperti diatas, kemudian dimasukkan ke dalam mixer.
Setelah semua bahan tercampur dengan baik, kami lakukan uji slump. dengan cara memasukkan beton cair ke dalam cetakan berbentuk kerucut terpancung dan menghitung perbedaan ketinggiannya setelah adonan runtuh ketika cetakan diangkat.

Setelah itu kami menyiapkan 6 bekisting yang telah kami olesi pelumas seperti oli di sisi dalamnya. Hasil pengadukkan dimasukkan ke dalam bekisting tersebut.


Sambil memasukkan campuran beton ke dalam bekisting, dilakukan vibrasi dengan alat tertentu agar menghilangkan void / rongga kosong di dalam cetakan, namun tidak terlalu lama agar agregat tidak mengendap di bawah. 
Setelah 24 jam, kami mengeluarkan beton yang belum terlalu padat dari bekisting dan melakukan curing  dengan cara merendam beton di dalam bak air. Tujuannya adalah agar kandungan air di dalam beton tidak mudah menguap yang dapat menurunkan kualitas beton.

[Praktikum beton pekan ke -1] Kelompok 2 – Tahap Pengumpulan Data dan Uji Kelayakan Bahan Pencampur Beton – Albertus Rianto

Dalam melakukan mix design beton, pertama-tama kami perlu mengumpulkan data spesifikasi mengenai bahan-bahan material pembentuk beton, yang terdiri dari agregat kasar, gregat halus, semen, dan air. Di praktikum yang pertama ini, kami melakukan serangkaian tes uji untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk nantinya sebagai acuan komposisi bahan yang diperlukan untuk pembuatan beton. Selain itu, kami juga menguji apakah material yang disediakan laboratorium layak untuk dijadikan bahan mix design.

Pertama, kami memerika berat volume agregat. Kami mengumpulkan agergat terlebih dahulu dengan berat 3kg. Kami melakukannya dalam 2 keadaan, yang pertama dalam keadaan biasa dan kedua dalam keadaan sudah dipadatkan dengan cara ditumbuk setiap kali wadah penuh sepertiganya. Lalu kami menimbang beratnya masing-masing. Kemudian melakukan hal yang sama pada agregat halus. Ternyata ditemukan bahwa berat agergat dalam keadaan padat lebih besar daripada ketika keadaan gembur / dipadatkan.
Setelah itu, kami melakukan analisa saringan agregat kasar dan halus. Pada percobaan ini, kami mengumpulkan agregat kasar dahulu dengan berat tertentu. Kami juga menyiapkan satu set saringan dengan ukuran 25mm, 19mm, 9.5mm, 4.75mm, 2.38mm dan dasar saringan sebagai tempat sisa bagi agregat yang lebih kecil lagi. Setelah satu set saringan tersebut diatur sesuai urutannya, kemudian agregat dituang dari atas dan saringan diayak sehingga satu persatu mulai memasuki ukuran saringannya masing-masing. Timbang agregat yang tertahan di setiap ukurang saringan dan cata hasil penimbangannya. Berikut adalah contoh hasil pengolahan data dari analisis saringan agregat kasar:
Ukuran Saringan (mm)
Berat Tertahan (gr)
Persentase Tertahan
Persentase Tertahan Kumulatif
Persentase Lolos Kumulatif
SPEC ASTM C33-90
25
0
0%
0%
100%
100
19
98
3.2667%
3.2667%
96.733%
90-100
9.5
2338
77.933%
81.2%
18.8%
20-55
4.75
553
18.433%
99.633%
0.3667%
0-10
2.38
7
0.233%
99.8633%
0.1334%
0-5

 Hal yang sama juga kami lakukan pada agregat halus, dengan satu set ukurang saaringan yang lebih kecil (dan biasanya lebih banyak). Berikut merupakan contoh satu set saringan agregat halus:
Dari data yang didapat terhadap kedua agregat, kami menghitung besar modulus kehalusannya dengan cara menjumlahkan jumlah presentase tertahan kumulatif sampai ke saringan terakhir sebelum saringan penampung sisa (PAN) kemudian dibagi dengan 100.

Setelah itu, kami melakukan pemeriksaan kadar air pada agregat halus dan kasar. Langkahnya yaitu menimbang dan catat berat dalam / wadah. Masukkan agregat ke dalam talam dan timbang kembali. Kemudian masukkan benda uji ke dalam oven agar menjadi benar-benar kering, lalu timbang kembali. Kemudian kami cara kadar airnya dengan cara mengurangi berat kering dengan berat sebelum dikeringkan dibagi dengan berat setelah kering. 

Tahap keempat adalah analisis specific gravity dan penyerapan agregat. Untuk agregat halus, praktikum dilakukan oleh teknisi di lab. Pertama, teknisi mengeringkan agregat halus dengan mesin yang ada. Kemudian agregat yang sudah kering tersebut dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kerucut sambil ditumbuk sebanyak 25 kali setiap sepertiganya terisi. Cetakan dilepas dan dilihat apakah agregat tersebut runtuh atau tidak. Kalau sudah runtuh, berarti agregat tersebut sudah dalam syarat kondisi SSD (bagian permukaan luar kering namun dalamnya masih berisi air).Kemudian agregat dimasukkan ke dalam piknometer dan diisi dengan air, direndam dengan suhu air tertentu selama 24 jam. Setelah dikeluarkan, ditimbang lagi beratnya.

Untuk agregat kasar lebih sederhana. Saat itu agregat sudah dalam kondisi direndam air terlebih dahulu selama 24 jam sebelumnya, kemudian kami mengeringkannya menggunakan handuk untuk mendapatkan kondisi SSD. Ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam keranjang dan direndam kembali di dalam air. Selama itu, keranjang sambil digoyang-goyangkan di dalam air agar udara yang terperangkap bisa lepas, bersamaan dengan menimbang beratnya di dalam air. Setelah itu, agregat dikeringkan di oven selama 24 jam dan ditimbang lagi beratnya. Berikut merupakan contoh hasil pengolahan datanya:
Observasi I
A
Berat contoh SSD

3000 gram
B
Berat contoh dalam air

1888,5 gram
C
Berat contoh kering di udara

2925 gram

Apparent Specific Gravity

2,8219
Bulk Specific Gravity (kering)

2,6316
Bulk Specific Gravity (SSD)

2,6991
Persentase Absorpsi Air
 
2,5641%

Terakhir untuk menguji kelayakan agregat, diperiksa kandungan kadar lumpur dan zat organik di kedua agregat. Untuk memeriksa kadar lumpur, masukkan agregat halus ke dalam gelas ukur, kemudian dicampur dengan air sehingga kandungan lumpur agregatnya larut. Gelas ukur dikocok dan didiamkan selama 24 jam kemudian. Setelah lumpur mengendap / berpisah dengan agregat, catat dan ukur tinggi lumpur dan tinggi pasir. Syarat agregat yang baik adalah kandungan lumpurnya harus dibawah 5%.

Untuk memeriksa kadar zar organik, pertama kami mencampurpasir dengan air lalu menambahkan NaOH dalam wadah transparan. Campuran dikocok dan didiamkan juga selama 24 jam. Setelah itu kami membandingkan warna cairan yang paling atas dengan plat indikator. Syarat agregat yang baik adalah warna yang didapat tidak lebih dari indikator plate nomor 3.



Sunday, November 8, 2015

KLASIFIKASI BAJA

Baja dan Besi sampai saat ini menduduki peringkat pertama logam yang paling banyak penggunaanya, besi dan baja mempunyai kandungan unsur utama yang sama yaitu Fe, hanya kadar karbon lah yang membedakan besi dan baja, penggunaan besi dan baja dewasa ini sangat luas mulai dari perlatan yang sepele seperti jarum, peniti sampai dengan alat – alat dan mesin berat.
Klasifikasi baja
1. Menurut komposisi kimianya:
a. Baja karbon (carbon steel), dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Baja karbon rendah (low carbon steel) è machine, machinery dan mild steel
§  0,05 % – 0,30% C. Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin. Penggunaannya:
§  0,05 % – 0,20 % C : automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets, screws, nails.
§  0,20 % – 0,30 % C : gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings.
2. Baja karbon menengah (medium carbon steel)
§  Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah.
§  Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaan:
§  0,30 % – 0,40 % C : connecting rods, crank pins, axles.
§  0,40 % – 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits, screwdrivers.
§  0,50 % – 0,60 % C : hammers dan sledges.
3. Baja karbon tinggi (high carbon steel)  –> tool steel
§  Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60 % – 1,50 % C   Penggunaan :
§  screw drivers, blacksmiths hummers, tables knives, screws, hammers, vise jaws, knives, drills.tools for turning brass and wood, reamers, tools for turning hard metals, saws for cutting steel, wire drawing dies, fine cutters.
b. Baja paduan (alloy steel)
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:
1.     Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik dan sebagainya)
2.     Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah
3.     Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan reduksi)
4.     Untuk membuat sifat-sifat spesial
Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi:
1.     Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 %
2.     Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %
3.     High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %
Selain itu baja paduan dibagi menjadi dua golongan yaitu baja campuran khusus (special alloy steel) dan high speed steel.
§  Baja Paduan Khusus (special alloy steel)
Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel, chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium. Dengan menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan tersebut akan merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat dan ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).
§  High Speed Steel (HSS)  è Self Hardening Steel
            Kandungan karbon : 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan  carbon steel. Sedangkan harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali daripadacarbon steel.
Baja Paduan dengan Sifat Khusus
1. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)
Sifatnya antara lain:
§  Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan
§  Tahan temperature rendah maupun tinggi
§  Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil
§  Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus
§  Tahan terhadap oksidasi
§  Kuat dan dapat ditempa
§  Mudah dibersihkan
§  Mengkilat dan tampak menarik
2. High Strength Low Alloy Steel (HSLS)
Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat di atas maka baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti: tembaga (Cu), nikel (Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.
3. Baja Perkakas (Tool Steel)
Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja perkakas adalah tahan pakai, tajam atau mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet.
Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses pengerjaan panas yang diberikan antara lain:
1.     Later hardening atau carbon tool steel (ditandai dengan tipe W oleh AISI), Shock resisting(Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut dan repeat loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu dan pisau.
2.     Cool work tool steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan tipe A dan D didinginkan di udara.
3.     Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300 – 500) ºC dan didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung tungsten dan molybdenum sehingga sifatnya keras.
4.     High speed steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan tungsten dan molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan panas tetapi tidak tahan kejut.
5.     Campuran carbon-tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi.

Klasifikasi lain antara lain :
a. Menurut penggunaannya:
§  Baja konstruksi (structural steel), mengandung karbon kurang dari 0,7 % C.
§  Baja perkakas (tool steel), mengandung karbon lebih dari 0,7 % C.
b. Baja dengan sifat fisik dan kimia khusus:
§  Baja tahan garam (acid-resisting steel)
§  Baja tahan panas (heat resistant steel)
§  Baja tanpa sisik (non scaling steel)
§  Electric steel
§  Magnetic steel
§  Non magnetic steel
§  Baja tahan pakai (wear resisting steel)
§  Baja tahan karat/korosi
Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi baja menurut kegunaan dan komposisi kimia maka diperoleh lima kelompok baja yaitu:
1.     Baja karbon konstruksi (carbon structural steel)
2.     Baja karbon perkakas (carbon tool steel)
3.     Baja paduan konstruksi (Alloyed structural steel)
4.     Baja paduan perkakas (Alloyed tool steel)
5.     Baja konstruksi paduan tinggi (Highly alloy structural steel)
Selain itu baja juga diklasifisikan menurut kualitas:
1.     Baja kualitas biasa
2.     Baja kualitas baik
3.     Baja kualitas tinggi




Sumber:
Penulis trisrhmd
https://trisrhmd.wordpress.com/2013/02/07/klasifikasi-baja/